Classificatie Van Nationale Bewegingsorganisaties

Perkembangan nasionalisme di Indonesia mencapai titik kemajuan sejak berdirinya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908. Setelah tahun 1908, perjuangan melawan kolonialisme dimotori oleh kaum terpelajar melalui organisasi-organisasi politik. Organisasi-organisasi pergerakan tersebut memiliki ciri dan karakteristiknya masing-masing. Ada yang bersifat kooperatif-moderat serta ada pula yang bersifat nonkooperatif-radikal.

Berikut adalah pengklasifikasian organisasi-organisasi pergerakan nasional berdasarkan sikap perjuangannya :

A. Kooperatif

1. Budi Utomo (BU)

Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh Dr. Wahidin Soedirohoesodo bersama dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA seperti Goenawan Mangoenkoesoemo. Organisasi ini bersifat nonpolitik dan kooperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Hal ini dapat dilihat dari tujuan Budi Utomo sendiri yaitu memajukan pengajaran dan kebudayaan, dengan bidang-bidang meliputi :
- Pengajaran
- Pertanian, peternakan, dan perdagangan
- Teknik dan industri, dan
- Kebudayaan

 Dengan tujuan tersebut, Budi Utomo bukanlah sebuah organsasi politik melainkan organisasi pelajar dengan pelajar-pelajar STOVIA sebagai penggeraknya. Bukti bahwa Budi Utomo bersifat kooperatif terlihat dari Budi Utomo yang bergabung dan aktif dalam Volksraad. Selain itu, ditambah dengan dukungan Budi Utomo terhadap gagasan Indie Weerbar, sehingga banyak yang menuduh Budi Utomo telah diatur oleh pemerintah kolonial Belanda.

2. Sarekat Islam (SI)

Organisai ini didirikan oleh H. Samanhudi yang merupakan pedagang batik dari Laweyan Solo pada tahun 1911 dengan nama awal berdirinya yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI). Organisai SDI disarkan pada dua hal, yaitu :

- Agama, yaitu agama Islam,
- Ekonomi, yakni menghimpun dan memperkuat kemampuan para pedangan Islam agar dapat bersaing dengan para pedagan asing seperti pedagan Tionghoa dan India.
Pada tanggal 10 September 1912, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam atas usul H.O.S Cokroaminoto yang dimaksudkan agar ruang gerak organisasi tidak terbatas pada perdagangan saja, tetapi juga bidang-bidang lainnya.

Sarekat Islam merupakan gerakan nasionalis, demokratis, dan ekonomis serta berdasarkan Islam dengan haluan kooperatif.

3. Muhammadiyah

Muhammadiyah didirkan oleh K.H Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah islam dan kebangsaan Indonesia. Muhammadiyah bergerak di bidang  keagamaan, pendidikan, dan sosial serta bersifat non politik dan kooperatif. Hal ini dapat dilihat dari tujuan Muhammadiyah yaitu :

- Memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam
- Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut agama Islam.

Muhammadiyah juga dapat dikatakan kooperatif karena tidak melakukan gerakan resistensi terhadap govermen Belanda.

B. Non Kooperatif

1. Indische Partij (IP)

IP didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh tiga serangkai, yaitu Dowes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Organisasi ini secara terang terangan mengkritik pemerintah Belanda dan menuntut kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini berkomitmen untuk menyatukan semua golongan dan menumbuhkan rasa nasionalitas dan kesatuan bangsa.

IP bersifat non kooperatif dan secara terang-terangan bergerak di bidang politik. Hal ini juga dapat dilihat dari tujuan pendirian IP yaitu menumbuhkan dan meningkatkan nasionalisme untuk memajukan tanah air yang dilandasi jiwa nasional serta mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.


C. Radikal

1. Perhimpunan Indonesia (PI)

PI didirikan di Belanda pada tahun 1908 oleh para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di sana. Pemrakarsanya adalah Sutan Kasajangan Soripada dan R.M. Noto Seoroto. Awalnya organisasi ini bergerak di bidang sosial-budaya yang bernama Indische Vereeniging. Sejak Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo bergabung pada tahun 1913, PI mulai memikirkan masa depan Indonesia. organisasi ini juga berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (Indonesiche Vereeniging) dan mengubah sikap politiknya dari kooperatif menjadi non kooperatif, dan dari moderat menjadi radikal. Sikap radikal itu sendiri tercermin dari 3 visi politiknya.

2. Partai Komunis Indonesia (PKI)

Hal ini dibuktikan ketika terjadi banyak pemberontakan yang dilakukan oleh PKI dan PKI bahkan menyatakan untuk membuat Republik dan pemerinthannya sendiri. 

3. Partai Nasional Indonesia (PNI)


PNI menampakkan rasa berontak terhadap belanda dengan propaganda-propaganda, dan juga pemberontakan sehingga Pada tahun 1929, Ir. Soekarno, Maskoen Soemodiredjo, Gatot Mangkoeprodjo, dan Soepriadinata ditangkap oleh belanda karena belanda mendengar bahwa pni akan melakukan pemberontakan.
Soekarno dengan keahliannya berpidato, menggerakan rakyat sesuai dengan tujuan PNI yaitu kemerdekaan indo akan dicapai dengan asas “percaya pada diri sendiri”.
4.  PNI Baru
Organisasi ini dibentuk pada Desember 1931 di Yogyakarta atas rasa kekecewaan M Hatta terhadap pecahnya PNI lama. organisasi ini berisi golongan orang-orang yang lebih condong kepada pendidikan rakyat dibanding agitasi (Golongan Merdeka). Bersikap nonkooperatif dan radikal dengan ketua pertama yaitu Sukemi, lalu Sutan Sjahrir, dan terakhir digantikan oleh M Hatta pada 1932. Pada masa kepimpinan Hatta, PNI Baru tumbuh pesat berkat penerapan sistem koperasi serta berdasarkan asas nasionalisme dan demokrasi.

D. Moderat


1. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Asas politik parindra adalah Insidental (tidak berpegang pada asas koperasi maupun nonkoperasi.
Sikapnya terhadap pemerintah Belanda tergantung pada situasi dan kondisi.
Menggunakan cara-cara politik dan diplomasi tanpa menimbulkan kekerasan dan pertumpahan darah dalam mencapai Indonesia merdeka.
Tidak melakukan perlawanan deengan keras meski telah mengajukan Petisi Soetardjo yang akhirnya ditolak.

2. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)


GAPI dapat dikatakan sebagai forum antara partai-partai politik untuk mencapai tujuan bersama.
Kemudian pada tahun 1939, dengan dipelopori oleh Muhammad Husni Thamrin dari Parindra, gagasan untuk membentuk federasi antarpartai politik muncul kembali. Dengan kata lain perlu dibentuk konsentrasi nasional. Adapun faktor-faktor yang mendorong terbentuknya federasi tersebut adalah sebagai berikut:
Kegagalan Petisi Sutardjo.
Kegentingan internasional akibat timbulnya fasisme.
Sikap pemerintah yang kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan bangsa Indonesia

3. Gerakan Indonesia (Gerindo)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antidote of Happiness

Lakon

Perbedaan Sejarah, Mitos, Legenda, dan Sastra