Penghuni 202 Z

       MAN Insan Cendekia Serpong. Hatiku jatuh pada aliyah ini. Aliyah yang telah memindahkan rumahku ke dalamnya. Aliyah yang merombak ulang kamarku di dalamnya. Aliyah yang mengganti teman kamarku yang kutemui pertama kalinya.

       Diantara puluhan kamar yang tersedia, namaku jatuh di kamar 202. Gedung Z namanya. Aku terdampar bersama tiga orang yang kini saling berbagi kamar.

       Room-mate ku yang pertama adalah Vanilla. Sengaja tak kusebutkan namanya. Biarlah tanda tanya itu kalian simpan dalam benak saja. Vanilla sendiri kuambil dari wangi tubuhnya. Ia tercium seperti cake vanilla yang harum, yang sering kucium dari toko roti dekat rumah. Ia datang dari kota Hujan. Ia sangat humoris, cantik, tinggi semampai dan dilengkapi pula dengan tubuh langsing. Sulit untuk menggambarkannya, yang jelas dia sangat unik bagiku. Mudah bergaul dengan siapa saja, dan jujur. Aku suka bagian ini, ya, dia jujur dan berkata apa adanya. Jika aku memang salah, dia akan mengatakan aku salah. Aku juga suka gayanya, sangat stylish. Berbeda jauh denganku yang berpakaian sedanya, tak tahu gaya, tak tahu mix and match. Dia itu baik, tak sedikit orang yang mau berteman dengannya. Tapi, entah mengapa aku tak bisa begitu dekat dengannya. Percayalah, aku sangat ingin dekat dengannya. Tapi entah, aku merasa tidak pantas, ya, mungkin itu.

         Yang kedua adalah Cermin. Lagi-lagi tak ingin kusebutkan namanya pada kalian. Aku menamainya cermin karena hanya ada satu cermin di kamar kami, dan dia lah yang membawanya. Aku suka cara dia berbicara. Dia orang yang rajin mengganti seprai dan sarung bantal. Satu-satunya teman kamarku yang selalu tidur di kasurnya sendiri. Aku suka selimut tebalnya. Dia orang yang lengkap. Dari saus sampai setrika, lengkap, rapi dan tepat. Sama seperti Vanilla, aku pun tak bisa terlalu dekat dengan Cermin. Mungkin aku sendiri penyebabnya. Aku sering menginap di kamar teman MTs ku dengan frekuensi yang tak jarang. Wajar bila mereka terlampau jauh untuk kugapai.

         Yang terakhir adalah Ucap. Untuk yang ke tiga kalinya aku menyimpan nama aslinya dari kalian. Ucap adalah orang jauh. Kediri. Berbeda budaya denganku yang berasal dari Jakarta. Dia satu hari lebih muda dariku. Mengapa kusebut Ucap? menarik. Dia memiliki masalah pada saat berbicara. Kesulitan mengucapkan huruf r lebih tepatnya. Nada bicaranya unik. Dia satu divisi OSIS denganku di aliyah ini. Dia termuda di antara kami. Dia sama sepertiku, memilih untuk mencuci baju sendiri. Pinjam meminjam ember sudah lazim bagi kami. Dia yang paling sering kutemukan sedang tertidur pulas di ranjangku sepulang sekolah. Meski begitu, tetap saja, aku tak begitu akrab dengannya. Entah alasan apa lagi yang dapat kuberikan untuk hal ini. Sekali lagi kutegaskan, aku sangat ingin dekat dengan semua teman kamarku. Tapi bagaimana caranya?

             Ingin ku ucapkan semua perasaan ini pada mereka. Ingin ku bilang "Wah kamu cantik" atau "Aku ingin dekat dengan kalian". Tapi semua itu hanya tertahan di tenggorokan. Hanya mampu ku tumpahkan pada tulisan. Ah, aku memang pengecut dalam hal ini. Kawan, doakan aku, aku sangat bahagia bersama mereka. Semoga mereka juga bahagia bersamaku.


Tangsel, 10 Februari 2017
Perpustakaan yang kasmaran

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antidote of Happiness

Lakon

Perbedaan Sejarah, Mitos, Legenda, dan Sastra